Cuci Darah Apakah Bisa Sembuh

Pengobatan dan Perawatan Atresia Duodenum

Pengobatan dan perawatan atresia duodenum bisa dilakukan dengan beberapa prosedur. Mulai dari penyedotan keluar cairan yang terperangkap di perut bayi, memberikan infus cairan intravena, hingga pembedahan (operasi). Operasi ini dilakukan untuk menyambung bagian duodenum sebelum dan setelah sumbatan, agar kontinuitas saluran duodenum kembali normal. Dengan demikian, cairan serta makanan dari lambung dapat masuk ke usus dan tercerna dengan baik.

Untuk mencegah terjadinya atresia duodenum atau kelainan bawaan lahir lainnya, ibu perlu melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin. Ini dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya atresia duodenum yang bisa memengaruhi kondisi bayi saat lahir. Sebab semakin dini terdeteksi, maka semakin tinggi kemungkinannya untuk bisa disembuhkan. Karena meskipun atresia duodenum ini adalah kelainan usus bawaan lahir, penyakit ini tetap bisa disembuhkan dengan operasi. (Baca juga: Arfabian, Sembuh dari Atresia Duodenum)

Jika ibu punya pertanyaan lain seputar kehamilan, ibu bisa bertanya ke dokter Halodoc. Ibu hanya perlu download aplikasi Halodoc di App Store dan Google Play, lalu masuk ke fitur Contact Doctor untuk bertanya pada dokter kapan saja dan di mana saja melalui Chat, dan Voice/Video Call. Jadi, yuk gunakan aplikasi Halodoc sekarang juga!

Halodoc, Jakarta – Atresia duodenum merupakan bagian dari atresia, yaitu kelainan bawaan saat lahir yang terjadi akibat tertutupnya lubang atau saluran cerna tertentu. Atresia bukan hanya terjadi pada lubang duodenum (usus dua belas jari) saja, melainkan juga pada lubang jejunum (usus kosong), ileum (usus penyerapan), atau pun kolon (usus besar).

Gejala Atresia Duodenum

Berikut adalah beberapa gejala yang dialami oleh bayi pengidap atresia duodenum:

Mengenal Lebih Dalam tentang Atresia Duodenum

Atresia duodenum adalah kondisi di mana duodenum tidak berkembang dengan baik. Pada kondisi ini, duodenum tidak terbuka secara sempurna sehingga menghalangi jalannya makanan dari lambung menuju usus untuk dicerna. Ini menyebabkan terjadinya peningkatan kadar cairan ketuban selama kehamilan (polihidramnion) dan obstruksi usus pada bayi yang baru lahir. Sebagian besar kasus ini juga disertai dengan kelainan lahir yang lain, termasuk kelainan trisomi 21 atau Down syndrome.

Meskipun belum diketahui secara pasti, para ahli menduga bahwa kondisi ini terjadi akibat perkembangan embrio yang belum sempurna, terutama pada bagian duodenum. Berikut adalah beberapa hal yang perlu kamu tahu tentang atresia duodenum:

Gejala Atresia Duodenum

Berikut adalah beberapa gejala yang dialami oleh bayi pengidap atresia duodenum:

Bolehkah Penderita Hipertensi Tetap Minum Kopi?

Halodoc, Jakarta – Atresia duodenum merupakan bagian dari atresia, yaitu kelainan bawaan saat lahir yang terjadi akibat tertutupnya lubang atau saluran cerna tertentu. Atresia bukan hanya terjadi pada lubang duodenum (usus dua belas jari) saja, melainkan juga pada lubang jejunum (usus kosong), ileum (usus penyerapan), atau pun kolon (usus besar).

Pengobatan dan Perawatan Atresia Duodenum

Pengobatan dan perawatan atresia duodenum bisa dilakukan dengan beberapa prosedur. Mulai dari penyedotan keluar cairan yang terperangkap di perut bayi, memberikan infus cairan intravena, hingga pembedahan (operasi). Operasi ini dilakukan untuk menyambung bagian duodenum sebelum dan setelah sumbatan, agar kontinuitas saluran duodenum kembali normal. Dengan demikian, cairan serta makanan dari lambung dapat masuk ke usus dan tercerna dengan baik.

Untuk mencegah terjadinya atresia duodenum atau kelainan bawaan lahir lainnya, ibu perlu melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin. Ini dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya atresia duodenum yang bisa memengaruhi kondisi bayi saat lahir. Sebab semakin dini terdeteksi, maka semakin tinggi kemungkinannya untuk bisa disembuhkan. Karena meskipun atresia duodenum ini adalah kelainan usus bawaan lahir, penyakit ini tetap bisa disembuhkan dengan operasi. (Baca juga: Arfabian, Sembuh dari Atresia Duodenum)

Jika ibu punya pertanyaan lain seputar kehamilan, ibu bisa bertanya ke dokter Halodoc. Ibu hanya perlu download aplikasi Halodoc di App Store dan Google Play, lalu masuk ke fitur Contact Doctor untuk bertanya pada dokter kapan saja dan di mana saja melalui Chat, dan Voice/Video Call. Jadi, yuk gunakan aplikasi Halodoc sekarang juga!

SERAMBINEWS.COM - Praktisi ahli kesehatan sekaligus seorang pendakwah, dr Zaidul Akbar membagikan cara mengatasi tipes.

Hal tersebut disampaikan dr Zaidul Akbar dalam kajian dakwahnya seperti dikutip Serambinews.com melalui kanal YouTube Bisikan.com, Kamis (21/10/2021).

Mengutip dari laman Rumah Sakit Universitas Udayna, demam tifoid atau yang lebih sering dikenal tipes merupakan penyakit akut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thyphi.

Bakteri ini biasanya ditemukan di air atau makanan yang terkontaminasi. Selain itu, bakteri ini juga bisa ditularkan dari orang yang terinfeksi.

Seseorang yang terinfeksi bakteri penyebab tipes bisa menyebar ke seluruh tubuh yang dapat mempengaruhi banyak organ tubuh penderitanya.

Orang yang terinfeksi penyakit demam tifoid atau tipes dapat menularkan bakteri melalui fases dan urine, makan dan minuman yang sudah terkontaminasi dengan urine atau fases penderita tipes.

Ataupun mengkonsumsi makanan yang ditangani oleh orang yang sedang mengalami tipes dan belum dinyatakan sembuh oleh dokter.

Baca juga: Waspadai! Ini Tujuh Penyakit Perlu Dijaga Pasca Banjir, dari DBD Sampai Tipes

Demam tifoid atau tipes termasuk infeksi bakteri yang bisa menyebar ke seluruh tubuh dan memengaruhi banyak organ.

Tanpa perawatan yang cepat dan tepat, penyakit ini bisa menyebabkan komplikasi serius yang berakibat fatal.

Kata dr Zaidul Akbar, tipes tidak akan menyerang tubuh apabila tubuh dalam kondisi baik.

Hal tersebut disampaikan dr Zaidul Akbar saat menjawab pertanyaan seorang jamaah.

"Bagaimana cara menghindari sakit tipes yang terkadang rutin 1 tahun 2 kali atau 3 kali," kata dr Zaidul Akbar membacakan sebuah pertanyaan.

Menjawab hal tersebut, Zaidul Akbar mengatakan tipes terjadi karena tubuh seseorang yang tidak sehat termasuk berasal dari pola makan tidak sehat dan kondisi perut yang bermasalah.

Baca juga: 6 Faktor Risiko Tipes atau Demam Tifoid, Kebiasaan Jajan Sembarangan hingga Tidak Cuci Tangan

"Orang tipes masalahnya perut, masalahnya sampah semua banyak masuk badannya gitu loh," katanya di awal video.

Diagnosis Atresia Duodenum

Diagnosis atresia duodenum biasanya dikonfirmasi dengan dua cara, yaitu:

Umumnya, ibu hamil dengan kondisi janin mengidap atresia duodenum akan mengalami peningkatan jumlah air ketuban (polihidramnion) selama kehamilan. Ini terjadi akibat ketidakmampuan janin dalam menelan cairan amniotik dan menyerapnya di saluran pencernaan. Sehingga melalui USG, dokter bisa mendeteksi kemungkinan terjadinya atresia duodenum melalui jumlah air ketuban dalam rahim.

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi lambung dan duodenum. Sebab pada kasus ini, lambung dan duodenum cenderung membesar akibat adanya sumbatan di salah satu bagian duodenum janin. Kondisi tersebut dikenal dengan istilah “double-bubble”.

Bolehkah Penderita Hipertensi Tetap Minum Kopi?

Ada beberapa penelitian yang telah membuktikan bahwa kafein dalam kopi dapat menyebabkan lonjakan tekanan darah sesaat setelah meminumnya.

Kafein sendiri diyakini dapat merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan adrenalin lebih banyak. Hal ini bisa meningkatkan tekanan darah.

Selain itu, kafein juga membuat diameter pembuluh darah mengecil sehingga turut berkontribusi terhadap naiknya tekanan darah.

Orang yang teratur mengonsumsi minuman yang mengandung kafein terbukti memiliki tekanan darah lebih tinggi, dibandingkan dengan orang yang tidak minum minuman berkafein sama sekali.

Artikel lainnya: Lakukan Hal Ini untuk Mencegah Tekanan Darah Tinggi

Namun, pada penemuan selanjutnya didapat bahwa kafein tidak memberikan efek jangka panjang terhadap tekanan darah pada orang yang minum minuman berkafein secara rutin.

Hal ini diduga karena lama-kelamaan tubuh mereka bisa beradaptasi pada kafein. Jadi, bisa dibilang kondisi tersebut menunjukkan bahwa efek peningkatan tekanan darah karena kafein hanya terjadi sementara.

Ada juga penelitian lain yang dilakukan untuk mengetahui efek dari konsumsi kopi terhadap penggunaan obat antihipertensi. Peneliti menggunakan obat antihipertensi golongan calcium blocker.

Hasilnya, kelompok yang minum kopi disertai konsumsi obat antihipertensi mengalami tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan kelompok yang hanya mengonsumsi obat antihipertensi.

Dari sini, diketahui bahwa kopi dapat menghambat kerja dari obat hipertensi tersebut.

Hingga kini, memang belum ada penelitian yang lebih jelas mengenai seberapa jauh efek kafein pada peningkatan tekanan darah. Lalu, bagaimana jika penderita darah tinggi ingin minum kopi? Bolehkah?

Artikel lainnya: Hipertensi Sebabkan Darah Kental, Benarkah?

Mengenal Lebih Dalam tentang Atresia Duodenum

Atresia duodenum adalah kondisi di mana duodenum tidak berkembang dengan baik. Pada kondisi ini, duodenum tidak terbuka secara sempurna sehingga menghalangi jalannya makanan dari lambung menuju usus untuk dicerna. Ini menyebabkan terjadinya peningkatan kadar cairan ketuban selama kehamilan (polihidramnion) dan obstruksi usus pada bayi yang baru lahir. Sebagian besar kasus ini juga disertai dengan kelainan lahir yang lain, termasuk kelainan trisomi 21 atau Down syndrome.

Meskipun belum diketahui secara pasti, para ahli menduga bahwa kondisi ini terjadi akibat perkembangan embrio yang belum sempurna, terutama pada bagian duodenum. Berikut adalah beberapa hal yang perlu kamu tahu tentang atresia duodenum:

Ada beberapa penelitian yang telah membuktikan bahwa kafein dalam kopi dapat menyebabkan lonjakan tekanan darah sesaat setelah meminumnya.

Kafein sendiri diyakini dapat merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan adrenalin lebih banyak. Hal ini bisa meningkatkan tekanan darah.

Selain itu, kafein juga membuat diameter pembuluh darah mengecil sehingga turut berkontribusi terhadap naiknya tekanan darah.

Orang yang teratur mengonsumsi minuman yang mengandung kafein terbukti memiliki tekanan darah lebih tinggi, dibandingkan dengan orang yang tidak minum minuman berkafein sama sekali.

Artikel lainnya: Lakukan Hal Ini untuk Mencegah Tekanan Darah Tinggi

Namun, pada penemuan selanjutnya didapat bahwa kafein tidak memberikan efek jangka panjang terhadap tekanan darah pada orang yang minum minuman berkafein secara rutin.

Hal ini diduga karena lama-kelamaan tubuh mereka bisa beradaptasi pada kafein. Jadi, bisa dibilang kondisi tersebut menunjukkan bahwa efek peningkatan tekanan darah karena kafein hanya terjadi sementara.

Ada juga penelitian lain yang dilakukan untuk mengetahui efek dari konsumsi kopi terhadap penggunaan obat antihipertensi. Peneliti menggunakan obat antihipertensi golongan calcium blocker.

Hasilnya, kelompok yang minum kopi disertai konsumsi obat antihipertensi mengalami tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan kelompok yang hanya mengonsumsi obat antihipertensi.

Dari sini, diketahui bahwa kopi dapat menghambat kerja dari obat hipertensi tersebut.

Hingga kini, memang belum ada penelitian yang lebih jelas mengenai seberapa jauh efek kafein pada peningkatan tekanan darah. Lalu, bagaimana jika penderita darah tinggi ingin minum kopi? Bolehkah?

Artikel lainnya: Hipertensi Sebabkan Darah Kental, Benarkah?